Proposal Penelitian

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI



PROPOSAL PENELITIAN :

PENGAMATAN TERHADAP KEBUDAYAAN SUKU SAMIN
            Nama                          : Fanidya Cinthya Tamba
            NPM                           : 13113207
            Kelas                           : 3KA01
            Dosen                         : Sangsang Sangabakti








Ditulis Guna Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia 2
Universitas Gunadarma
2016





KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, serta dorongan doa restu dan dorongan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Ilmiah ini dengan judul “Pengamatan Terhadap Kebudayaan Suku Samin”. Adapun penulisan ilmiah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2.
Dengan diselesaikannya penulisan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas segala dukungan, bimbingan, pengarahan, dan bantuan kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yaitu orang tua, teman – teman kelas 3KA01 angkatan 2013 serta Bapak Dosen yang telah membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih kurang dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun baik untuk penulisan ini maupun untuk penulis sendiri. Semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat baik bagi semua pihak termasuk penulis.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.




Depok, 8 Juni 2016

                                                                                               
                                                                                                                                 (Penulis)



DAFTAR ISI
Cover ...................................................................................................          i
Kata Pengantar ....................................................................................          ii
Daftar Isi .............................................................................................           iii
BAB    1          PENDAHULUAN ......................................................          1
            1.1       Latar Belakang Masalah .............................................           1
            1.2       Rumusan Masalah .........................................................         2
            1.3       Batasan Penelitian ........................................................          2
            1.4       Tujuan Penulisan .........................................................           2
            1.5       Manfaat Penulisan ......................................................           3
BAB    2          LANDASAN TEORI ..................................................         4
            2.1       Latar Belakang Sejarah Masyarakat Samin..................         4
            2.2       Ajaran Masyarakat Samin...........................................            6
            2.3       Surosentiko Samin sebagai Gandhi Van Java ...............        8
            2.4       Teori Interaksi Sosial......................................................       9
BAB    3          METODOLOGI PENELITIAN .....................................     11
 3.1 Rancangan Penelitian……………………………………         11
             3.2 Data dan Sumber Data…………………………………..        11
             3.3 Instrumen Penelitian…………………………………….        12
             3.4 Waktu dan Tempat ………………………………………      12
Daftar Pustaka .......................................................................................     13




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
            Indonesia memiliki khasanah tradisi budaya yang sangat beragam.  Tradisi-tradisi  tersebut  mengandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Salah satu pemikiran yang luhur tersebut adalah ajaran Sedulur Sikep yang dianut oleh masyarakat Samin. Ajaran sedulur sikep memiliki relevansi dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti  kejujuran, gotong royong, solidaritas, kesatuan dan persatuan.
            Namun saat ini, banyak budaya-budaya luhur tersebut yang mulai ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Di Indonesia sedang marak dengan konflik sosial (disintegrasi) yang menjuru kepada perpecahan maupun konflik sosial lainnya. Sesuai berita di Koran Jawa Pos, tawuran pelajar terjadi di Jakarta pada 24 September 2012 dengan korban satu orang meninggal, dua hari setelah itu, juga di Jakarta tapi di lokasi dan kelompok yang berbeda seorang pelajar meninggal lagi dalam sebuah tawuran. Meninggalnya dua pelajar itu menambah panjang daftar pelajar yang berpulang sia-sia. Berdasar data dari Komisi Nasional Perlindungan anak, disepanjang 2012 sedikitnya ada 16 siswa yang tewas akibat 86 tawuran. Kecuali mati, puluhan luka berat maupun ringan.
             Tawuran pelajar seperti tak pernah berhenti. Padahal, itu sangat merugikan. Selain merugikan sekolah dan pelajar sendiri, kasus itu merugikan publik yang sangat terganggu. Jika tak ada penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh atas “tradisi” tawuran ini, bukan tak mungkin para pelajar akan sampai pada kesimpulan bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah. Jika ini benar-benar terjadi, akibat jangka panjangnya bagi negeri ini sudah bisa dibayangkan. Hal tersebut sangat di sayangkan karenaIndonesia adalah Negara yang kaya akan pemikiran yang luhur dari sejarah-sejarah lokal. Salah satu pemikiran yang luhur dari sejarah-sejarah lokal tersebut adalah ajaran Sedulur Sikep yang dianut oleh masyarakat Samin. Masyarakat Samin merupakan masyarakat yang melakukan perlawanan terhadap Belanda atas kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Belanda dengan tanpa kekerasan. Senjata mereka adalah bahasa.

            Sikap perjuangan mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi antek Belanda, bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan antara lain : sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi sabar,nrimo,rilo dan trokal(kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap sepi ing pamrih rame ing gawe dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan ‘Ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton’.  
            Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang ajaran Sedulur Sikep dari Surosentiko Samin.

1.2 Rumusan Masalah
1.    Apa sajakah nilai-nilai luhur dari ajaran Gandhi Van Java (Surosentiko Samin)?
2.    Bagaimanakah reinternalisasi dan relevansi Sedulur Sikep sebagai warisan nilai-nilai
       luhur Gandhi Van Java (Soerosentiko Samin)?

1.3 Batasan penelitian
    Agar penelitian tidak menyimpang dari bahasan, maka penelitian ini dibatasi pada masyarakat Samin yang terdapat di lingkup wilayah Bojonegoro.

1.4  Tujuan
1.  Mendeskripsikan apa sajakah nilai-nilai luhur dari ajaran Gandhi Van Java (Surosentiko
      Samin).
2.  Mendiskripsikan reinternalisasi dan relevansi Sedulur Sikep sebagai warisan nilai-      nilai
     luhur Gandhi Van Java (Soerosentiko Samin).


1.5  Manfaat
1.         Bagi Masyarakat
Sebagai sarana untuk mengetahui tergalinya potensi nilai-nilai luhur bangsa sebagai media pembelajaran dalam Pendidikan Budaya, Karakter Bangsa yang inovatif,
2.         Bagi Siswa
Sebagai bahan pembelajaran dan  kategori ilmu sosial atau lebih dikenal dengan sosiologi
3.         Bagi Peneliti
Dapat mengetahui bagaimana filosofi dari masyarakat Samin dapat digunakan untuk pendidikan moral masyarakat saat ini.

















BAB II
LANDASAN TEORI


2.1 Latar Belakang Sejarah Masyarakat Samin
            Masyarakat Samin ialah satu suku di Jawa Tengah tepatnya ada di Kabupaten Blora. Saminisme ini berasal dari pemikiran seorang tokoh yang bernama Samin Surosentiko yang sebenarnya memiliki nama Raden Kohar seorang putra dari Raden Surowijoyo yang sangat membenci Belanda. Tahun 1840 Raden Surowidjojo bertindak sebagai perampok dan menyerahkan hasilnya pada rakyat miskin dan sisanya digunakan untuk mendirikan komunitas Tiyang Sami Amin. Tahun 1859 lahir Raden Kohar anak dari R Surowidjojo yang sering disebut Samin Surosentiko di desa Ploso Kabupaten Blora.
           Kata Samin sendiri berasal dari kata Sami-sami amin. Kata ini dapat diintrepertasikan sebagai sebuah wujud demokrasi yang berlandaskan pada persetujuan bersama sebagai landasan yang sah yang didukung komponen masyarakat banyak. Persetujuan ini ialah persetujuan sekelompok orang yang kemudian sering disebut dengan Suku Samin. Namun, sekarang Suku Samin tidak mau di sebut sebagai suku Samin maupun masyarakat Samin. Alasan masyarakat Samin tidak mau di panggil wong Samin karena identik dengan perbuatan tidak terpuji,antara lain 1) Samin dianggap kelompok yang tidak mau membayar pajak, 2) Sering membantah dan menyangkal peraturan yang telah di tetapkan, 3) sering keluar masuk penjara, 4) sering mencuri kayu jati, 5) perkawinan tidak dilakukan menurut tatacara islam. Mereka lebih suka di sebut sebagai wong sikep karena diartikan sebagai orang yang mempunyai rasa tanggung jawab atau bertanggung jawab. Komunitas ini telah memiliki system bahasa dan kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat Blora pada umumnya sehingga dapat dikatakan bahwa samin merupakan suku yang eksklusif.
             Perlawanan terhadap penjajah kolonial Belanda karena takut akan bergesernya status sosial, hal ini dapat dilihat dari tokoh penggerak dari Saminisme itu sendiri yang merupakan petani yang tergolong cukup mampu. Petani yang cukup mampu ini memiliki tanah lebih dari 3 Bahu sedangkan pada saat itu kepemilikan tanah dibatasi sehingga tanah yang boleh mereka miliki berkurang. Berkurangnya tanah ini menyebabkan kurangnya kedudukan mereka di mata rakyat karena ukuran kedudukan saat itu diukur dari luas tanah. Hal ini terkait dengan pengakuan kedudukan seseorang di mata penduduk desa yaitu pemilik sawah atau tanah yang luas ialah orang yang sangat tinggi statusnya sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tanah merupakan ukuran tinggi rendah status dari masyarakat pedesaan.
           Selain dari faktor di atas, faktor kebencian akan penjajah dan perlakuan sewenang-wenang dari bumi putera yang menjadi perangkat pemerintah kepada masyarakat menjadi faktor pendorong dari perlawanan masyarakat Samin. Pada dasarnya Suku Samin merupakan suku yang menginginkan persamaan derajat antara satu manusia dengan manusia lain. Dalam hal ini maka gerakan ini menginginkan persamaan derajat antara penduduk pribumi yaitu petani dan bangsa Belanda beserta kaki tangannya yaitu Bumi Putera.
           Secara rohani setiap suku di Indonesia yang mengharapkan datangnya Ratu Adil juga mengilhami gerakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Hal ini dapat dilihat dari diangkatnya Samin Surosentiko sebagai ratu adil dengan gelar Prabu Panembahan Surya Alam Pada tahun 1907. Dengan diangkatnya Samin Surosentiko sebagai Ratu Adil maka rakyat menganggap bahwa Samin Surosentiko sebagai panutan yang dapat membawa keadilan dan kesejahteraan. Akan tetapi menurut Samin Surosentiko sendiri, Ia tidak mengakui hal itu karena ketika di pengadilan, Samin beserta 8 pengikutnya tidak mengakui hal tersebut sehingga Belanda tidak dapat memberikan hukuman yang berat kepada Samin Surosentiko, hanya dengan membuangnya keluar Jawa untuk meredam gerakan Samin.
          Samin sendiri dibagi menjadi dua berdasarkan karakter perilakunya, yaitu:
(1). Samin Sikep
            Suku Samin ini memiliki ciri dengan tutur bahasa yang halus dan masih memakai bahasa yang santun kepada orang-orang tua. Salah satu ciri yang lain ialah perlawanan dengan cara perilaku dengan model niteni (memperhatikan miliknya sendiri). Cara ini konkritnya ialah ketika ditarik pajak akan hasil buminya maka ia akan menggunakan pola fikir bahwa tanah yang digarap ialah tanahnya sendiri bukan tanah dari bangsa Belanda mengapa harus membayar pajak untuk miliknya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa Samin sikep dengan cara ini menolak pajak sebagai bentuk perlawananya.
(2). Samin Sangkah
            Suku Samin memiliki karakter yang berbeda dengan Samin Sikep. Samin Sangkah ditandai dengan tutur bahasa yang kasar kepada bangsa Belanda dan pribumi pegawai Belanda. Pola dari bahasa kasar ini dengan memakai bahasa Jawa Ngoko kepada Belanda berserta kaki tanganya. Pemakaian bahasa ini menunjukan nilai-nilai persamaan derajat yang diusung oleh suku Samin kepada Belanda. Selain itu yang menjadi ciri dari Samin Sangkah ini ialah perilaku dengan model logika berdasarkan perspektif mereka sendiri. Pola ini secara konkrit ialah ketika ditanya berapa jumlah sapi yang dimilikinya maka ia akan menjawab dua walaupun sebenarnya memiliki sapi lebih dari dua. Hal ini sesuai asumsi mereka bahwa sapi mereka hanya dua yaitu jantan dan betina. Perilaku ini dilakukan guna menghindari pajak dari Belanda serta membingungkan Belanda dalam mencari informasi akan gerakanya.

2.2 Ajaran masyarakat Samin
            Ajaran Ki Samin mengenai kejatmikaan atau ilmu untuk jiwa dan raga, jasmani dan rohani mengandung 5 saran, yaitu:
1.      Jatmiko kehendak yang didasari usaha pengendalian diri.
2.      Jatmiko dalam beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati sesama
         makhluk Tuhan.
3.      Jatmiko dalam mawas diri, melihat batin sendiri setiap saat, dapat menyelaraskan
        dengan lingkungan.
4.      Jatmiko dalam menghadapi bencana/bahaya yang merupakan cobaan dari Tuhan Yang
         Maha Esa.
5.      Jatmiko untuk pegangan budi sejati.
             Menurut Ki Samin ajaran kejatkikaan tersebut merupakan senjata yang paling baik dan memiliki khasiat yang ampuh, karena dalam kehidupan itu banyak godaan dari segala arah dan yang tidak aneh adalah yang berasal dari “Rogo Rapuh” sendiri.
            Ki Samin mengerjakan anak buahnya harus pasrah, semeleh, sabar, narimo ing pandum seperti air telaga yang tidak bersuara. Dalam perkumpulan, dalam memberi putunjuk Ki samin selalu menggunakan tulisan huruf Jawa yang disusun seperti halnya puisi, prosa, gancaran, dan tembang mocopat. Seperti di bawah ini yang berbentuk prosa:
“Jer ruh tumuruning tumus winwntu ing projo nalar, nalar wikan reh kasudarman, hayu ruwuyen badra, nukti-nuting lagon wirana natyeng kewuh, saka angganingrat”.
Sifat-sifat yang diajarkan selalu menggunakan pertimbangan logika (akal sehat) antara kewaspadaan dan kebijaksanaan dalam menjalani hidup seperti menyusun gending. Perbuatan yang dapat mengatasi hambatan hidup adalah apa saja yang kita bawa dalam menjalani hidup di dunia.
            Salah satu pegangan/pedoman Ki Samin dirancang dalam tembang pangkur.
“ Soho malih dadya gaman, anggegulang gelunganing pambudi, polokrami nguwah mangun memangun treping widyo, kasampar kasandung dugi prayogantuk, ambudya atmaja tama, mugi-mugi dadya kanti”. Yang artinya: juga menjadi senjata untuk melatik letajaman budi, bisa melalui perkawinan yang menghasilkan kesanggupan yaitu kegunaan dengan ilmu yang luhur/baik, karena dalam perkawinan itu kita jatuh bangun dalam berupaya mencari “cukup” terlebih lagi dalam mengusahakan lahirnya anak cucu yang nantinya menjadi teman hidup.
            Ki Samin memang tidak hanya mengerjakan ilmu kadigdayan tapi juga mengurusi masalah perkawinan atau hubungan antara pria dan wanita.
Tentang pedoman tingkah laku kehidupan tertulis dalam tembang dandang gulo.
“Pramila sesama kang dumadi, mikani ren papanng sujana, sajogo tulus pikukuhe, angrengga jagat agung, lelantaran mangun sukapti, limpade kang sukarso, wisaha anggayun, suko bukamring prajaning wang, pananduring mukti kapti amiranti dilalah kandiling setya”.
Yang artinya: adalah kepada sesama makhluk hidup, dengan cara memahami kehidupan masing-masing, sebaiknya tulus. Cara yang dilakukan adalah memelihara dunia yang besar dengan membuktikan kepercayaan, mengutamakan kelincahan dan kemampuan, sering dibuktikan, tidak lain yaitu menanam kebaikan.
            Masih banyak ajaran Ki Samin yang lain yaitu seperti buku primbon yang memuat petunjuk untuk orang hidup tentang kepercayaan terhadap Tuhan yang menciptakan dunia, tingkah laku dan sifat-sifat orang hidup, misalnya buku “Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kesejaten, Serat Uri-uri Pambudi dan Jati Sawit.
            Ki Samin dalam mengajar untuk membangun manusia seutuhnya seperti di atas tersebut, membuktikan bahwa dia memiliki pengetahuan kebudayaan dan lingkungan.Andalan Ki Samin adalah Kitab Jamus Kalimosodo yang di tulis oleh Kyai Surowidjojo atau Samin Sepuh. Terlebih lagi pribadi Ki Samin Sepuh juga terdapat dalam Kitab tersebut.
            Kitab Jamus Kalimosodo ditulis dengan bahasa Jawa baru yang berbentuk prosa, puisi, ganjaran, serat mocopat seperti tembang-tembang yang telah ditulis di atas yang isinya bermacam-macam ilmu yang berguna yang saat sekarang ini banyak disimpan sesepuh Masyarakat Samin yang berada di Tapelan (Bojonegoro), Kropoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunung Segara (Brebes), Kandangan (Pati) dan Tlaga Anyar (Lamongan) yang berbentuk lembaran tulisan huruf Jawa yang dipelihara dengan baik.
            Daerah Kekuasaan Ki Samin Surosentiko sudah semakin luas hingga desa-desa lain. Pada suatu hari masyarakat Desa Tapelan, Ploso dan juga Tanjungsari mengangkat Ki Samin menjadi Raja dengan gelar “Prabu Panembahan Suryongalam” yang dapat menerangi orang sedunia dan yang diangkat sebagai patih merangkap senopati, kamituwo (Kepala Dusun) Bapangan yang diberi gelar “Suryo Ngalogo” yang mengajarkan tentang perang. Ini membuktikan bahwa orang Jawa/pribumi dengan sah memiliki tekad yang utuh berjuang secara tenang (halus).
            Ki Samin Surosentiko dalam menentang penjajah dapat dilihat dalam bermacam-macam cara. Bila kita melihat bagaimana perbuatan orang-orang
pemerintahan Belanda yang hendak menghabiskan warga Samin yang waktu
itu tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati dan Kudus yang paling banyak di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho Bojonegoro. Namun Ki Samin Surosentiko tidak khawatir berjuang namun kelihatan diam sepertinya dia melawan tanpa perang. Cara yang dipakai melawan hanyalah menolak membayar pajak, menolak menyumbang tenaga untuk pemerintahan Belanda, membantah terhadap peraturan dan dia mendewakan dirinya sendiri seperti halnya titisan dewa yang suci.

2.3 Soerosentiko Samin sebagai Gandhi Van Java
            Selama abad ke-19 dan awal abad ke 20 di Indonesia terus-menerus timbul, pemberontakan, kerusuhan, kegaduhan, brandalan, dan sebagainya, yang semuanya itu cukup menggoncangkan masyarakat dan pemerintah pada waktu itu.  Peristiwa-peristiwa tersebut terutama sekali banyak terjadi di daerah pedesaan. Dapat dikatakan hampir setiap tahun di salah satu daerah terjadi pergolakan dan kerusuhan, yang sering di wujudkan sebagai tindakan-tindakan-tindakan yang bersifat agresif dan radikal.  Oleh karena itu pergerakan sosial menjadi gerakan yang bersifat endemis.
Tanah kering di Blora yang kaya hutan jati itu ternyata memiliki sosok Mahatma Gandhi yang telah membentuk masyarakat komunalnya seperti Utopia-nya Thomas Robert More. Sejarah Indonesia telah mencatat perlawanan Samin Surantiko, walau hanya sedikit.
Sebenarnya orang-orang Samin setelah kematian sang pemimpinnya yang bernama Samin Surontiko, tidak suka dijuluki Samin. Kata Samin memiliki konotasi bodoh, tapi bukan kebodohan karena tidak atau kurang cerdas, tetapi bodoh yang keras kepala dalam mengukuhkan pendirian mereka.  Orang-orang Samin lebih suka dijuluki Wong Sikep (orang yang bertanggungjawab dalam konotasi baik dan jujur).
Samin yang awalnya nama seorang pernah melawan kekuasaan dengan cara yang unik itu, kini menjadi kata juga cemoohan. Kata samin yang menjadi bahan ejekan bisa jadi bersifat politis. Hal ini diciptkan oleh penguasa yang telah menghancurkan perlawanan tanpa kekerasan ditambah sebuah ejekan. Samin yang semula adalah berusaha memanusiakan manusia, telah dijadikan ejekan yang tidak manusiawi
Samin yang kadang diartikan bodoh ini telah menutupi keharuman nama samin dalam sejarah perlawanan sosial di Indonesia. Samin adalah sosok gerakan sosial yang nyaris dilupakan dalam sejarah. Samin bisa disejajarkan dengan Pitung Robinhood Betawi yang juga dikecilkan dan nyaris tidak disebut dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Samin telah meninggalkan masyarakat Samin yang telah dibentuknya lebih dari seabad lalu. Masyarakat Samin adalah masyarakat eksklusif yang hidup komunial dibeberapa kabupaten diutara perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur. Mereka memulai perlawannya dari sebuah protes atas program perluasan hujan jati oleh pemrintah kolonial dan pendukung pribuminya. Lama-kelamaan gerakan ini berkembang menjadi gerakan kebatinan yang menentang segala bentuk formalitas. Seperti administrasi negara dan lembaga sekolah. Hal menarik dari Samin adalah mereka menolak membayar pajak. Karena itulah Soerosentiko Samin kami sebut sebagai Gandhi Van Java.

2.4 Teori Interaksi Sosial
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, interaksi didefinisikan sebagai hal saling melakukan aksi, berhubungan, atau saling mempengaruhi. Dengan demikian, interaksi sosial adalah hubungan timbal balik (sosial) berupa aksi saling mempengaruhi antara individu dan individu, antara individu dan kelompok, dan antara kelompok dan kelompok.


Faktor-faktor pendorong interaksi sosial:                                                                                     
1.      Imitasi
            Imitasi adalah suatu tindakan meniru orang lain. Imitasi atau perbuatan meniru bisa dilakukan dengan bermacam-macam bentuk. Misalnya, gaya bicara, tingkah laku, adat, dan kebiasaan, pola pikir, serta apa saja yang dimiliki atau dilakukan oleh seseorang. Namun demikian, dorongan seseorang untuk meniru orang lain tidaklah berjalan dengan sendirinya. Perlu ada sikap menerima, sikap mengagumi, dan sikap menjunjung tinggi apa yang akan diimitasi itu.
2.      Sugesti
            Sugesti berlangsung apabila seseorang memberi pandangan atau sikap yang dianutnya, lalu diterima oleh orang lain. Biasanya, sugesti muncul ketika si penerima sedang dalam kondisi yang tidak netral sehingga tidak dapat berpikir secara rasional. Segala anjuran atau nasehat yang diberikan langsung diterima dan diyakini.
3.      Identifikasi
            Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan seorang untuk menjadi sama dengan pihak lain (meniru secara keseluruhan). Identifikasi sifatnya lebih mendalam dibandingkan imitasi, karena proses identifikasi, kepribadian seseorang bisa terbentuk. Orang melakukan proses identifikasi karena sering kali memerlukan tipe ideal tertentu dalam hidupnya.
4.      Simpati
            Simpati merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik kepada pihak lain. Melalui proses simpati, seseorang merasa dirinya seolah-olah berada dalam keadaan orang lain dan merasakan apa yang dialami, dipikirkan, atau dirasakan orang lain tersebut. Dalam proses ini, perasaan memegang peran penting walaupun alasan utamanya adalah rasa ingin memahami dan bekerja sama dengan orang lain.
5.      Empati
Empati merupakan simpati mendalam yang dapat mempengaruhi kejiwaan dan fisik seseorang. Empati sering disamakan dengan simpati, namun sebenarnya keduanya berbeda. Empati sifatnya lebih dalam daripada simpati

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1.1  Rancangan Penelitian
            Metode penelitian yang kami gunakan adalah  metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial, dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah (Husein Umar, 1999:81). Sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Studi kasus ialah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif.

3.2  Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 
1.      Data Primer merupakan hasil catatan hasil observasi langsung, yaitu pengamatan dengan mencari lokasi yang di huni oleh wong sikep yang masih memegang teguh dasar - dasar sedulur sikep sehingga peneliti melakukan pengamatan langsung pada tingkah laku mereka.
2.      Data sekunder berasal penelitian dan penelitian yang telah dilakukan.





3.3 Instrumen Penelitian
            Instrumen utama penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen kunci yang mengumpulkan data dan menganalisis data. Sedangkan instrumen sekunder antara lain dengan menggunakan pedoman observasi/pengamatan, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi.

3.4   Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 November 2012 di Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Alasan pemilihan lokasi ini karena faham Saminisme berkembang dengan baik ,terdapat sesepuh Saminisme, dan kebudayaan sikep di desa ini masih sangat kental.

3.5  Teknik Analisis Data
            Analisis data yang dilakukan adalah dengan cara menggunakan pola penafsiran induktif, yakni setelah observasi, peneliti melakukan analisis dan penyimpulan yang didasarkan pada kajian teori yang digunakan.







Daftar Pustaka

1.      Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1984. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Notosusanto, Marwati Djoened Poesponegoro Nugroho.
2.      Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1997. Pembinaan Nilai-nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat di Daerah Jambi. Jambi: Lazuardi Indah Jambi.
3.      Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1984. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Notosusanto, Marwati Djoened Poesponegoro Nugroho. 1984.
4.      http://cahyanirina.blogspot.co.id/2014/12/makalah-tentang-samin.html. Diakses Pada Tanggal 8 Juni 2016.








Comments

Popular posts from this blog

Sinopsis Legenda Batu Gantung Parapat Danau Toba

PROPOSAL

Jenis - Jenis Profesi Di Bidang TIK Dan Deskripsi Kerja Profesi IT